IKN dan Jakarta sebagai Twin Cities? Ini Penjelasan Lengkapnya

IKN dan Jakarta – Dalam rangka mendukung rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN), Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) mengusulkan konsep twin cities atau kota kembar sebagai solusi alternatif. Konsep ini bertujuan untuk menciptakan sinergi antara Jakarta dan IKN sebagai dua pusat pemerintahan dan ekonomi yang saling melengkapi, alih-alih sepenuhnya menggantikan Jakarta sebagai ibu kota.

Menurut ASPI, konsep twin cities memungkinkan kedua kota untuk berbagi peran strategis. Jakarta tetap dapat berfungsi sebagai pusat ekonomi dan bisnis, sementara IKN menjadi pusat administrasi pemerintahan dan pusat inovasi baru. Dengan konsep ini, perpindahan ibu kota diharapkan tidak menimbulkan disrupsi besar bagi Jakarta, tetapi justru memperkuat hubungan kedua kota tersebut sebagai pilar penting dalam pembangunan nasional.

Apa Itu Konsep Twin Cities?

Menurut Ketua Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI), Adiwan Fahlan Aritenang, konsep twin cities atau kota kembar melibatkan dua kota utama yang berbagi peran penting dalam menjalankan fungsi administrasi pemerintahan. Dalam konsep ini, satu kota berfungsi sebagai ibu kota de jure—yaitu ibu kota secara hukum dan resmi—sementara kota lainnya berperan sebagai ibu kota de facto, atau pusat operasional pemerintahan dan ekonomi yang lebih aktif.

Konsep twin cities ini dirancang untuk memaksimalkan potensi kedua kota, dengan satu kota mengurus aspek administratif secara formal dan yang lainnya menangani fungsi pemerintahan sehari-hari. Di dalam konteks pemindahan ibu kota Indonesia, Ibu Kota Nusantara (IKN) akan menjadi ibu kota de jure, sementara Jakarta tetap memegang peran strategis sebagai pusat ekonomi dan bisnis utama, atau ibu kota de facto.

Perbedaan Ibu Kota De Jure dan De Facto

Dalam konteks konsep twin cities, terdapat perbedaan penting antara ibu kota de jure dan de facto. Ibu kota de jure merujuk pada kota yang secara resmi diakui oleh undang-undang atau konstitusi sebagai pusat pemerintahan suatu negara. Dalam hal ini, Ibu Kota Nusantara (IKN) akan menjadi ibu kota de jure, sesuai dengan rencana pemindahan resmi yang ditetapkan oleh pemerintah.

Sementara itu, ibu kota de facto lebih didasarkan pada realitas operasional dari fungsi pemerintahan yang sedang berlangsung. Meskipun Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota de jure, kota ini tetap diakui sebagai pusat ekonomi dan administrasi aktif, mengingat banyaknya kegiatan bisnis, diplomatik, dan pemerintahan yang mungkin masih berlangsung di Jakarta dalam jangka waktu yang panjang.

Dengan adanya konsep ini, kedua kota dapat berperan saling melengkapi, di mana IKN menjadi pusat pemerintahan formal, dan Jakarta tetap memegang peran strategis sebagai kota yang menjalankan fungsi pemerintahan dan ekonomi sehari-hari.

Jakarta dan IKN: Pembagian Peran Sebelum Keppres IKN Ditandatangani

Menurut Ketua ASPI, Adiwan Fahlan Aritenang, sebelum Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Nusantara (IKN) ditandatangani, Jakarta masih dapat berperan sebagai ibu kota de jure, sementara IKN akan berfungsi sebagai ibu kota de facto. Hal ini dimungkinkan jika negara memiliki anggaran yang cukup untuk mendukung transisi pemerintahan ke IKN.

“Artinya, secara undang-undang, Jakarta tetap menjadi ibu kota, namun fungsi operasional pemerintahan sudah mulai dilakukan di IKN,” ujar Adiwan dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 11 Oktober 2024.

Dengan skenario ini, meskipun secara legal Jakarta masih diakui sebagai ibu kota, sebagian besar kegiatan pemerintahan dan administrasi akan dipindahkan secara bertahap ke IKN. Ini memungkinkan kedua kota menjalankan fungsi yang berbeda selama masa transisi, sampai Keppres IKN resmi ditandatangani dan status ibu kota de jure dipindahkan sepenuhnya ke IKN.

IKN sebagai Pusat Edukasi dan Riset dalam Transisi Ibu Kota

Selama masa transisi pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Nusantara (IKN), beberapa fungsi non-pemerintahan penting bisa mulai dialihkan ke IKN, seperti pusat edukasi dan riset. Proses ini bisa dibarengi dengan pemindahan bertahap sebagian fungsi publik pemerintahan dari kementerian dan lembaga yang relevan, sehingga IKN tidak hanya menjadi pusat administratif, tetapi juga menjadi pusat inovasi dan penelitian di Indonesia.

Beberapa lembaga yang bisa dipindahkan ke IKN di antaranya adalah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Pendidikan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Perpustakaan Nasional, dan Arsip Nasional. Dengan pemindahan ini, IKN dapat memainkan peran strategis dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan lingkungan, yang mendukung perkembangan kota sebagai pusat baru yang dinamis.

Namun, jika Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemindahan ibu kota telah ditandatangani tetapi anggaran belum memadai untuk pemindahan penuh, skenario yang mungkin terjadi adalah IKN berfungsi sebagai ibu kota de jure, sementara Jakarta masih menjalankan fungsi de facto sebagai pusat pemerintahan operasional.

IKN Sebagai Pusat Pemerintahan Parsial dan Strategi Jangka Panjang Hingga 2045

Dalam usulan yang diajukan oleh Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI), Ibu Kota Nusantara (IKN) dapat diposisikan sebagai kota pusat pemerintahan nasional parsial. Ini berarti, IKN akan mengakomodasi sebagian kementerian yang mendukung fungsi inti pemerintahan, seperti Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Sekretariat Kabinet, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pertahanan (Kemenhan), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

Namun, dalam skenario yang tidak ideal, di mana Keputusan Presiden (Keppres) tidak ditandatangani dan anggaran tidak memadai, pemerintah dapat melakukan langkah mitigasi dengan tetap menjalankan rencana IKN sebagai bagian dari strategi jangka panjang hingga tahun 2045. Dalam proses ini, pemerintah disarankan untuk meninjau kembali perencanaan IKN, termasuk pembangunan infrastruktur, pengelolaan populasi, dan anggaran biaya.

Adiwan Fahlan Aritenang dari ASPI menekankan pentingnya fokus pada pengembangan IKN sebagai kota yang “layak dan nyaman ditinggali,” atau liveable and loveable city. Pendekatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa IKN tetap relevan dan progresif hingga mencapai visi jangka panjang pada 2045.

Utusan Khusus Presiden untuk Kerja Sama Internasional Pembangunan IKN, Bambang Susantono, juga menegaskan bahwa usulan tersebut akan diteruskan kepada Presiden Jokowi maupun Presiden terpilih Prabowo Subianto. Ia menambahkan bahwa IKN akan tetap didorong untuk menjadi kota baru, dengan fasilitas yang sudah terbangun. “Sekarang saatnya lebih membangun masyarakatnya, supaya masyarakat ini bisa menjadi penghuni loveable city,” ujarnya.

 

Baca juga artikel kesehatan lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *